Jadi Orang yang "Banyak Bicara" pun Diperlukan di Dunia Kerja
Sebagai pekerja tentu kita sering mendengar “curhat-curhatan umum” di lingkungan kerja kita. Dari sekian banyak curhatan, curhatan yang menduduki top ten saya yakin salah satunya adalah seputar pekerja yang merasa jerih payahnya kurang diapresiasi dan kurang dihargai. Ada saja pekerja atau karyawan yang merasa sudah banting tulang, merasa paling capek, tapi merasa kurang dilirik oleh atasan maupun perusahaannya. Kalau ada di antara kita yang mengalami hal seperti ini percayalah itu bukan nasib yang harus diratapi ataupun takdir yang tak bisa lagi diubah.
Tapi masalahnya keluhan pekerja model begini tak berhenti sampai bahwa dia merasa kinerjanya kurang dihargai. Pasti ada saja orang yang akan dijadikannya kambing hitam dengan berkata, ”Ah diperusahaan ini mah yang kepakek cuman orang-orang yang pinter ngomong bro, sementara kita yang benar-benar kerja dilapangan bla bla bla, padahal kita yang capek.” Coba perhatikan pasti ada saja orang-orang dengan tipe suka ngedumel begini. Suka curhat colongan lah pokoknya. Okelah terlepas dia benar atau tidak satu hal yang mau saya katakan pertama-tama adalah begini, ”Rasain itu salahmu kenapa menganggap remeh komunikasi!”
Kenapa saya bilang begitu? Karena sebenarnya saya juga cukup kesal melihat orang-orang yang terlalu meremehkan arti komunikasi dengan menganggap diri paling benar kalau dia sudah kerja, kerja, dan kerja. Kerja dalam sepi, kerja tanpa banyak berkata-kata, kerja dalam diam, kerja tanpa mau menceritakan apa yang sudah dilakukannya.
Bahkan saat ada forum resmi, seperti diundang meeting misalnya, dia akan menghindar dan meminta temannya yang malas untuk mengikuti meeting tersebut. Alasannya mungkin karena merasa karena meeting itu tak ada gunanya, cuman di isi orang-orang yang banyak bicara, itu lagi-itu lagi yang dibahas, dan mungkin dengan skeptis menganggap forum itu di isi dengan orang-orang yang tak tahu persoalan lapangan.
Kira-kira siapa yang akan diorbitkan dalam kondisi yang demikian? Saya jamin temannya yang malas tapi selalu mewakili divisinya dalam meeting akan lebih dulu bersinar di mata perusahaan. Bagaimana tidak? Kita yang menguasai lapangan dan pekerjaan, tapi selalu menunjuk orang lain untuk jadi juru bicara kita dalam meeting. Saya punya keyakinan bahwa dalam moment-moment tertentu Do dan Talk itu sama pentingnya, mereka berdiri sejajar. Seperti orang bijak bilang, kalau diam itu emas, mungkin bicara itu berlian.
Sering kali saya menemukan orang yang memilih untuk tak berbicara tapi tak legowo dengan situasi yang menimpanya. ”Ah saya mah yang penting kerja aja bos, itu mah gimana yang di atas, kalau disuruh gini oke, gitu oke, saya mah yang penting kerja nggak mau banyak omong.” Lah yang nyuruh kita banyak omong siapa? Kan nggak ada. Kalaupun kita harus ngomong, apa yang kita omongkan itu adalah perkataan yang sesuai dengan porsinya, dengan prinsip bahwa segala sesuatu yang masih menyangkut dengan pekerjaan haruslah dikomunikasikan. Baik dengan atasan, bawahan, teman sekerja, entah itu di forum resmi atau pun bukan.
Saat seseorang banyak mengeluh dibelakang tapi mengaku tak mau banyak bicara, menurut saya orang ini punya selera berbicara yang buruk. Bayangkan dia mengaku tak mau banyak bicara tapi kalau ketemu kita kerjanya mengeluh terus, berbicara terus, begitu kok mengaku tak mau banyak bicara, kan nggak lucu.
Sisi positifnya kalaupun kita tak mau banyak bicara dalam lingkungan kerja, tapi kita rajin, maka perusahaan akan melihat kita sebagai seorang pelaksana yang baik dan gigih. Dan pilihan ini tentu akan membuat kita menjadi seorang pelaksana yang teladan, lalu kenapa harus banyak mengeluh dengan merasa kurang dilirik dan kurang dihargai? Sebab saat kita memutuskan tak berbicara maka kita secara tak langsung sudah memutuskan untuk stuck diposisi itu.
Berbicara itu bukan persoalan remeh temeh loh. Sebuah perusahaan yang kerangkanya adalah organisasi itu digerakkan dengan komunikasi. Itu sebab orang-orang yang mengisi posisi top manajemen ---bahasanya sok keren.com ya --- adalah orang-orang yang lihai dalam berkomunikasi. Dan memiliki skill komunikasi yang baik itu tidak sama dengan pintar bicara. Beberapa kali tentu kita sering ketemu orang yang jago bicaranya, biarpun statusnya office boy euh tapi gaya ngomongnya sudah kayak anggota DPR sajalah pokoknya. Topik yang dibahasnya pun melangit-langit. Tiap kali ketemu bahasanya tinggi, ngomongnya Inggris campur Jerman campur batak, gado-gadolah pokoknya, karedok banget.
Ini adalah tipe orang yang jago bicaranya, tapi apa kita akan kagum melihat orang model begini? Kalau saya sih tidak akan ya. Bukan bermaksud apa-apa, tapi orang yang pandai berkomunikasi adalah orang yang mampu mengutarakan sesuatu sesuai dengan kondisinya, tepat pada waktunya, dan bagaimana sesuatu itu harus disampaikan. Panjanglah ya kalau membahas dunia komunikasi. Tapi pada intinya berkomunikasi itu tidak sama dengan berbicara. Berkomunikasi itu tentang bagaimana menyampaikan pesan, dan bagaimana orang yang mendengar pesan kita itu paham dan kalau perlu merasa tergerak untuk segera merespon apa yang kita ucapkan.
Jadi berhentilah untuk merasa bahwa kita sudah melakukan yang terbaik hanya dengan kerja, kerja dan kerja. Kesadaran dan pemahaman akan komunikasi itu perlu jika kita ingin terus berkembang. Ini bukan teori ya, ini ilmu lapangan karena kerja tak melulu soal banting tulang. Bahkan saya pernah baca bahwa kerja itu juga tentang bagaimana kita “menguasai” orang. Tentu bukan berarti kita menjadi orang yang hobi manis di bibir saja, atau pandai merangkai kata-kata. Kita bukan penyair bro. Apa salahnya sih berusaha memiliki paket yang komplit, kerja Oke Oce, rajin, tapi pandai juga dalam berkomunikasi. Pandai berkomunikasi itu gennya para pemimpin.
Tapi jangan jadi “penjilat” yang oprtunis ya. Pasti ketahuan. Ingat Do dan Talk itu sejajar, kalau kita hanya bicara tanpa bekerja, kita tak akan bisa menguasai materi. Kalau begitu kita mau ngomong apa di depan atasan misalnya. Pasti omongan kita ngawur, asal bunyi, dan yang paling penting kita tidak akan pernah yakin dengan apa yang kita ucapkan. Oleh karena itu berhentilah bekerja dengan prinsip.” Aku sih nggak mau banyak omong, yang penting kerja aja.”
Tapi habis itu malah ngedumel karena merasa kinerjanya kurang dianggap. Perusahaan tak hanya ingin kamu mengeluarkan tenaga dari tubuhmu, dengan berbicara, perusahaan juga ingin tahu apa yang bisa kamu keluarkan dari otakmu. Seperti yang dikatakan salah satu pendiri ..... --- saya lupa namanya, sebab hanya namamu aja yang terlintas di otakku, apa sih Bor --- dia bilang begini, “ Orang-orang datang ke T bukan untuk “bekerja”, mereka datang untuk berpikir.”
Belum ada Komentar untuk "Jadi Orang yang "Banyak Bicara" pun Diperlukan di Dunia Kerja"
Posting Komentar